Rabu, 23 April 2014

TELAH TERBIT BUKU BARU TENTANG KONSERVASI
Judul Buku: 
SEJARAH DAN PRINSIP KONSERVASI ARSITEKTURAL BANGUNAN CAGAR BUDAYA KOLONIAL 
Penulis: A.Kriswandhono dan Nurtjahja Eka Pradana 
Penerbit: Unika Soegijapranata Semarang, Institut Konservasi ERMIT Semarang (2014) 
ISBN: 978-602-8011-66-2 

Tentang Penulis: 
A.Kriswandhono Teknik Arsitektur UNIKA Soegijapranata Semarang Magister Humaniora, Arkeologi, Universitas Indonesia Dosen Tamu di berbagai perguruan tinggi Praktisi Arsitek Konservator dan Manajemen Sumberdaya Budaya Tinggal di Semarang, Jawa Tengah 
 Nurtjahja Eka Pradana Teknik Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (1982), Praktisi Arsitek Konservator, Penggiat Pemberdayaan Kepemimpinan Tinggal di Purwokerto, Jawa Tengah 

Komentar: “....Dengan terbitnya buku ini tentunya akan mengisi kekosongan yang selama ini ditunggu-tunggu oleh para pihak yang memiliki perhatian terhadap upaya pelestarian Cagar Budata, khususnya bangunan-bangunan masa kolonial. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa buku ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi para arkeolog dan arsitek pelestari yang memiliki minat untuk mendalami masalah konservasi arsitektural, khususnya terhadap bangunan Cagar Budaya kolonial....” Marsis Sutopo, Kepala Balai Konservasi Borobudur 

 Pesan: 081804893420

Rabu, 16 April 2014

PRINSIP UTAMA KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH

Konservasi adalah proses merawat bangunan dan tempat-tempat dan mengelola perubahan sedemikian rupa dengan tujuan untuk mempertahankan karakter dan ciri khusus dari suatu bangunan bersejarah.  Bangunan bersejarah adalah sumber daya yang unik. Setelah hilang, itu semua tak mungkin tergantikan. Jika unsur tersebut memiliki kualitas yang baik dan kemudian terdegradasi, maka ini jarang dapat diperoleh kembali. Kerusakan dapat disebabkan dengan karakter struktur bersejarah sebanding dengan banyaknya -perhatian dan juga sebaliknya yaitu oleh kelalaian.  Restorasi yang berlebihan juga dapat membahayakan kualitas khusus bangunan dengan hilangnya detail, bahan dan pengerjaan yang, sementara kadang-kadang tampak kecil artinya dalam diri mereka sendiri, dapat berkontribusi pada karakter bangunan dan membuatnya istimewa. Untuk alasan ini, sangat penting bahwa proposal untuk bekerja dengan struktur yang dilindungi, harus diperiksa dengan rinci. Itulah sebabnya dalam tindakan konservasi bangunan bersejarah sudah seharusnya tidak mengabaikan detai-detail arsitektur sekecil apapun untuk mempertahankan karakter bangunan yang hendak dikonservasi.
Tindakan untuk mempertahankan struktur bangunan bersejarah tidak berarti struktur tersebut harus tetap digunakan dengan kaku. Tindakan konservasi yang baik mengijinkan penambahan dan penyusuaian baru terhadap perubahan kebutuhan baru namun tetap mempertahankan hal-hal yang khusus dalam sebuah persyaratan konservasi bangunan bersejarah.  Tantangan yang harus dihadapi oleh para pemilik bangunan bersejarah ( berbeda dengan bangunan bersejarah klasik yang pada umumnya dikuasai oleh negara), pejabat yang berwenang, semua yang terlibat dalam konservasi artitektural adalah mengidentifikasi bagaimana dan bagaian mana tidakan konservasi akan dilakukan tanpa mengakibatkan kerusakan. Penambahan dan semua bentuk intervensi harus dilakukan dengan rasa hormat pada struktur dan kualitas mula-mula dari bangunan tersebut dan tidak boleh menyebabkan kerusakan pada bahan bangunan asli baik dalamjangka waktu lama maupun waktu dekat.

Metode yang terbaik dalam tindakan konservasi adalah tetap membuat bangunan bersejarah tersebut tetap digunakan secara aktif. Ketika didapati bahwa bangunan tersebut adalah bangunan bersejarah yang memiliki kualitas dan kelangkaan, maka setiap tindakan harus dilakukan sedemikian rupa yang bertujuan untuk menemukan jalan keluar yang memungkinkan bangunan tersebut dapat dipergunakan untuk kegiatan baru tanpa merusak karakter dan kekhususan bangunan bersejarah tersebut. Untuk mengurangi resiko kerusakan dan demi menjaga karakter bangunan lama maka penggunaan pada bangunan tersebut seyogyanya tetap pada tujuan mula-mula bangunan tersebut dibangun.  Sebagai contoh, jika bangunan lama digunakan sebagai rumah tinggal maka penggunaan baru juga sebaiknya digunakan untuk rumah tinggal juga.
Jika bangunan lama tersebut akan digunakan untuk tujuan baru maka semua tindakan konservasi harus dilakukan seminimal mungkin dengan menjaga dari segala kerusakan, kehilangan, bahan bangunan mula-mula dan kekhususan bangunan tersebut. Namun jika bangunan tidak memungkinkan untuk digunakan kembali maka sebaiknya bangunan tersebut dijadikan sebagai landmark yang akan memberikan karakter pada lingkungan ataupun kota.  Seperti kata pepatah: suatu lingkungan atau kota yang tidak memiliki bangunan lama seperti sebuah rumah tidak memiliki album foto.

Noercahyo E Pradono.