Oleh Noercahyo EP
Sebuah bangunan—apapun bentuknya adalah karya arsitektur. Karya itu telah menghiasi cakrawala dunia ini sejak zaman prasejarah hingga sekarang ini. Bahkan, karya itu tidak ternilai harganya karena telah menjadi satu-satunya karya seni yang menghiasi dunia ini.
Arsitektur tidak dapat dipisahkan dengan sejarah manusia di dunia ini. Sir Fletcher Banister, sejarahwan Inggris termasyur di bidang arsitektur berkomentar tentang peran arsitektur dalam peradaban manusia sebagai berikut:
Arsitektur, seiring dengan berjalannya waktu, telah bertumbuh, terbentuk, dan tersesuaikan dengan berbagai kebutuhan yang berubah-ubah dari setiap bangsa dalam hal kehidupan agama, politik, dan perkembangannya. Jika dilihat secara sekilas dari masa lalu, arsitektur telah berfungsi sebagai sebuah pertanda (tetenger) dalam sejarah manusia baik dalam sejarah sosial, kemajuan, agama, dan bahkan dalam berbagai kegiatan manusia. Sejarah arsitektur sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia dari suatu bangsa. Kehebatan suatu bangsa seperti Mesir Kuno, Yunani, Roma, dan Eropa termeteraikan dengan kuat melalui monumen-monumen arsitektur yang mereka dirikan pada masa Renesans. Sepanjang sejarah manusia, arsitektur, “Ibu dari segala seni” telah menyumbangkan tempat suci bagi sebuah agama, rumah bagi mereka yang masih hidup, dan prasasti bagi mereka yang telah meninggal.1[1]
Fletcher melihat bahwa peradaban suatu bangsa dengan jelas dapat terpantau dari arsitektur yang mereka hasilkan. Oleh karena itu, arsitektur sebagai sebuah karya budaya bangsa perlu dihargai secara penuh. Penghargaan atas warisan budaya akan memperkaya generasi dan menjadi modal untuk menghasilkan karya-karya budaya berikutnya. Dan suatu warisan budaya arsitektur yang rusak atau hancur oleh berbagai sebab tidak akan pernah tergantikan Kerusakan ini menjadikan bangsa tersebut miskin dan tidak dapat menciptakan sesuatu yang baru. Sekalipun, setiap generasi memiliki cara pandang berbeda tentang masa lalu yang dapat memunculkan berbagai inspirasi baru.
Warisan budaya ini juga merupakan salah satu sumberdaya (resources) yang dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat. Pernyataan Sadirin menegaskan hal itu sebagai berikut:
Bukan hanya merupakan sebuah tinggalan masa lalu, benda cagar budaya mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Benda cagar budaya merupakan data yang sangat penting bagi kalangan ilmuwan. Dengan menggunakan data tersebut, para ilmuwan mampu menyusun sejarah kebudayaan, cara hidup, maupun proses perubahan budaya manusia pendukungnya. Oleh karena itu, benda cagar budaya yang terpelihara dengan baik merupakan data primer otentik yang sangat penting artinya untuk tetap dilestarikan dan ditanggulangi permasalahan tekhnis yang dihadapinya.[2]
Secara fisik maupun filosofis, khazanah arsitektur asli Indonesia merupakan sebuah kekayaan yang tidak ternilai harganya baik bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Arsitektur asli Indonesia seharusnya dihargai sebagai sebuah modal, baik untuk ide maupun untuk rangkaian rancangan karya masa sekarang dan masa akan datang. Norman Tyler dalam bukunya, Historic Preservation menganjurkan kepada para arsitek sekarang untuk mengikuti jejak Robert Venturi melalui pernyataannya:
Dia (Venturi) telah mendorong para arsitek untuk melihat ke masa lalu dalam konteks serta rentang waktu yang panjang. Masa lalu seharusnya kembali menjadi bagian pada masa sekarang, untuk itu dia menyarankan, “Tradisi bukanlah sekedar hanya berkaitan dengan muatan nilai belaka.” Jadi jika hanya melihat pada diri sendiri yang terpaku pada kerangka waktu di mana dia berada dan hanya melihat sebagai sebuah produk pada masanya maka sikap tersebut adalah sebuah penyangkalan akan kekayaan sejarah secara keseluruhan dan makna sejarah tersebut pada masa itu berada menjadi terabaikan.[3]
Jadi, jelas bahwa warisan budaya arsitektur Indonesia adalah sebuah modal yang tidak tergantikan bagi nilai-nilai spiritual, budaya, sosial, dan ekonomi.
Warisan budaya arsitektur juga memiliki peranan penting dalam bidang pendidikan. Karya arsitektur masa lalu menyediakan bahan berlimpah untuk penjelasan dan studi banding dalam bidang bentuk, gaya, dan teknologi membangun. Sekarang, ketika apresiasi visual dan pengalaman menjadi bagian utama dalam sistem pendidikan maka sangatlah penting untuk menjaga bukti-bukti dari berbagai perbedaan periode dan bagaimana perbedaan-perbedaan tersebut disikapi (NEP).
[1] Fletcher, Banister. A History of Architecture on the Comparative Method (London: B.T. Batsford, 1954) hlm. 4. Penebalan huruf oleh penulis.
[2] Sadirin, Hubertus. Mengapa Benda Cagar Budaya Perlu Dikonservasi. Makala disajikan sebagai bahan acuan bagi para peserta Diklat Dasar Tenaga Teknis Kepurbakalaan dan Permuseuman yang diselenggarakan di Punck, Bogor, 3-13 September 2002.
[3] Tyler, Norman. Historic Preservation, An Introduction to Its History, Principles, and Practices (New York: W.W. Norton & Company, 2000), hlm. 30.